Connect with us

Hukum

Mahfud Bilang Transaksi Janggal Rp300 Triliun Bukan Pidana Tapi Pencucian Uang, Advokat: Harus Dibuktikan di Pengadilan Lebih Dulu

Advokat Nasional, Andi Syamsul Bahri, SH

BISNISREVIEW.COM -Masyarakat dihebohkan dengan temuan transaksi gelap dan mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 300 triliun. Hal ini pertama kali diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.

Mahfud Md menjelaskan transaksi janggal Rp 300 triliun yang dipermasalahkan bukan merupakan tindak pidana korupsi di Kementerian Keuangan, tapi pencucian uang.

Menanggapi itu, Advokat Nasional, Andi Syamsul Bahri, SH mengatakan, pencucian uang itu tergolong kasus pidana yang sejatinya dapat dibuktikan di pengadilan. Bukan hanya berkoar-koar di medsos semata.

“Harusnya dibuktikan dulu dengan putusan pengadilan, bila terbukti barulah divonis hakim atas dugaan pencucian uang tersebut,” terang Syamsul dalam keterangan tertulisnya, diterima Bisnisreview.com, Selasa (14/3/2023).

Baca Juga: https://bisnisreview.com/pertahankan-pertumbuhan-ekonomi-ri-ekonom-pemerintah-perlu-memaksimalkan-sektor-sektor-potensial/

Dalam UU No. 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak pidana Pencucian Uang Pasal 2 ayat (1) hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, pencurian, penggelapan dan lain-lain.

Menurut Syamsul, dari pasal ini dapat ditarik pidana pencucian uang dan harus ditemukan pidana pokoknya lebih dulu, sehingga tidak menimbulkan asumsi negatif sebagamana dilontarkan Mahfud MD.

“Memberikan asumsi bahwa telah terjadi atau diduga adanya transaksi illegal tersebut harus berdasarkan analisa penyidikan PPATK. Ini baru sebatas dugaan dan transaksi yang merupakan rahasia dan tidak dapat dibocorkan kepada pihak lain selain atas permintaan penyidik polisi , jaksa dan serta hakim berdasarkan pasal 10A ayat (1) UU No. 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana pencucian uang,” jelasnya.

“Dan Rekening Nasabah dilindungi juga oleh Pasal 40 ” Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah mengenai penyimpan dan simpanannya “, UU No 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan,” sambungnya.

Syamsul berharap, pengungkapan tentang adanya transaksi di Kemenkeu oleh Mahfud, perlu dikaji lebih lanjut untuk melihat kepentingan politik dalam menghadapi Pemilu 2024.

“Apakah ada kepentingan politik pencitraan Machfud untuk menaikkan daya tawar demi kepentingan Pilpres. Melihat begitu getolnya Mahfud mengungkapkan transaksi ini,” lontar Syamsul.

Menurut Syamsul, ini baru asumsi dan bukan merupakan kewenangannya, yang sesuai UU. Yang menjadi kewenangan dalam hal ini adalah Kepolisian, Kejaksaan atas perintah BI dan demi kepentingan peradilan hakim.

“Berdasarkan UU KUHAP yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah Kepolisian bukan Kementerian Kordinator Hukum dan HAM,” tegasnya.

Mengenai pajak, Syamsul mengatakan, transaksi telah terjadi selama 15 tahun sampai sekarang tidak ada tersangka/terdakwa yang menjadi dasar adanya transaksi pencucian uang.

“Lho sekarang baru terungkap. Dan lebih konyol lagi Menteri Kordinator Hukum dan HAM meralat besaran 300 T bukan merupakan “penyelewengan. Kejadian adanya pegawai pajak yang dalam rekening banknya telah terjadi transaksi yang mencurigakan dijadikan kesempatan untuk menaikkan pencitraan pribadinya ini patut diduga karena mendekati Pilpres 2024,” tandasnya. (BR/Arum)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Hukum