Hukum
Proses Antar Perusahaan Tak Ada Masalah, Hakim: Ini Urusan antar Oknum Karyawan

Bisnisreview.com, Surabaya — Sidang dugaan penggelapan bahan bakar minyak (BBM) dengan 17 orang terdakwa dari karyawan PT Meratus Line dan PT Bahana Line kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sejumlah saksi pun dihadirkan dalam sidang tersebut.
Keempat saksi yang dihadirkan dalam sidang tersebut antara lain, Direktur Utama (Dirut) PT Meratus Line, Slamet Raharjo; Auditor internal PT Meratus Line, Feni, dan Katarina, serta Ongko Maya Dewi.
Ketua Majelis Hakim Sutrisno beberapa kali memberikan peringatan pada saksi Slamet agar tidak melebarkan keterangannya ke ranah perdata.
Dalam keterangan awal, Dirut PT Meratus Line Slamet Raharjo menerangkan soal perkara yang menjerat beberapa karyawannya itu. Ia juga sempat menerangkan, bagaimana modus yang digunakan anak buahnya bekerjasama dengan anak buah PT Bahana Line tersebut.
Bahkan, ia menerangkan, bahwa otak dari pencurian BBM itu adalah karyawan outsourching PT Meratus Line bernama Edi Setyawan. Edi bahkan ditudingnya telah menerima sejumlah uang dari karyawan PT Bahana Line.
“Edi Setyawan (terdakwa) terima Rp 500 juta perbulan dari karyawan PT Bahana Line. Transaksi ini terjadi sejak 2015 namun, diketahui pada tahun 2022.
Pengakuan Edi Setyawan mengatakan, Rp 600 Juta tapi pada Januari mereka (para terdakwa) sudah terima Rp 500 Juta hingga 3 kali dan yang mengambil Edi Setyawan sendiri maka kita berani laporkan ke polisi ,” katanya, Senin (16/1) malam.
Dalam keterangannya, Slamet beberapa kali terlihat emosinal dengan menyebut adanya keterlibatan PT Bahana Line secara institusional dalam kasus dugaan penggelapan BBM ini. Keterangan ini pun sempat beberapa kali mendapat peringat dari Ketua Majelis Hakim Sutrisno yang meminta pada saksi Slamet agar tidak melebarkan keterangannya ke ranah perdata.
“Ini kan urusan antar oknum karyawan dan proses antar perusahaan kan tidak ada masalah. Jadi fokus pada dakwaan jangan melebar. Jangan juga masuk ke ranah perdata,” tegasnya memperingatkan saksi Slamet.
Sementara itu Auditor Internal PTMeratus Line, Feni mengatakan, berdasarkan audit internal pihaknya menemukan kerugian atas kasus dugaan penggelapan BBM itu sebesar Rp 500 miliar terhitung sejak 2015. Ia pun mengaku, dasar audit yang dilakukan adalah dari keterangan atau pengakuan para terdakwa yang kemudian diasumsikan olehnya.
Pihaknya juga melakukan audit untuk kedua kalinya dan ditambahkan lagi adanya audit eksternal. Uniknya, ia mengakui terdapat perbedaan atau selisih dari kedua hasil audit tersebut. Hasil audit internal kedua menemukan dugaan kerugian sebesar Rp 94 miliar dan hasil audit eksternal hanya menemukan kerugian sebesar Rp 93 sekian miliar.
Dalam kesaksian itu, juga sempat terjadi perbedaan keterangan antara saksi Slamet dengan saksi Fani. Fani menjelaskan bahwa Pocket di Kapal Meratus disebutkan digelapkan dan dijual oleh oknum karyawan, sementara Slamet mengaku kalau yang dijual itu BBM dari vendor yang dibelokkan.
Pengacara Terdakwa Gede Pasek Suardika, menegaskan bahwa pihaknya meragukan hasil audit yang dilakukan Auditor Internal PT Meratus Line, Feni. Apalagi, dalam ketiga audit tersebut ditemukan ketidak cocokan hasil kerugian yang dimaksud.
Internal audit di awal menyebutkan Rp 500 miliar tetapi banyak berbasis asumsi, lalu ada audit lagi ditemukan Rp 94 miliar lebih tetapi perhitungan eksternal audit disebutkan Rp 93 miliar. Ada perbedaan yang jauh itu membuat hasil audit diragukan. .
GPS juga mempertanyakan pernyataan Dirut Meratus soal status karyawan Meratus, terdakwa Edi Setyawan yang disebutkan sopir dan outsourcing tetapi bisa memiliki kewenangan melebihi pegawai organik dan atasannya sendiri.
Secara rinci GPS juga memastikan apakah selama kurun waktu 2015 sampai 2021 hubungan kerja dengan Bahana tidak pernah ada masalah. Tidak pernah ada masalah semua dokumen komplit sesuai perjanjian dan ditandatangani kedua belah pihak.(BR/Red)
