Connect with us

Bisnis

Seiring Rilis Data Tenaga Kerja AS, Rupiah Masih Berisiko Melemah Terbatas

Rupiah melemah

BISNISREVIEW.COM – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan, Senin (26/12/2022) masih berisiko melemah, kendati cenderung terbatas.

Hal ini seiring dengan rilis data AS menunjukkan kekuatan pasar tenaga kerja yang dapat membuat The Fed hawkish lebih lama.

Pada Jumat (23/12/2022), rupiah mengakhiri perdagangan dengan pelemahan sebesar 0,06 persen atau 10 poin ke Rp15.592,50 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau turun 0,17 persen ke 104,25.

Sementara itu, mata uang di kawasan Asia terpantau bergerak variatif. Mata uang won Korea Selatan terkoreksi 0,37 persen, dolar Taiwan melemah 0,21 persen dan peso Filipina terdepresiasi 0,18 persen.

Baca: https://bisnisreview.com/melayat-ke-rumah-duka-heru-budi-hartono-ridwan-saidi-sosok-yang-banyak-tahu-soal-sejarah-betawi/

Di sisi lain, ringgit Malaysia terpantau terapresiasi 0,06 persen, baht Thailand naik 0,45 persen, dan yuan China menguat 0,01 persen. Ibrahim dalam laporannya menjelaskan pergerakan nilai tukar rupiah pada hari ini dipengaruhi oleh naiknya dolar AS naik terhadap sebagian besar mata uang utama.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan pada perdagangan Senin (26/12/2022) mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif dan ditutup melemah pada kisaran Rp15.580 – Rp15.650 per dolar AS.

Jumlah penduduk AS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran meningkat kurang dari yang diharapkan minggu lalu, menunjuk ke pasar tenaga kerja yang masih ketat. Sementara itu, ekonomi pulih lebih cepat pada kuartal ketiga dari perkiraan sebelumnya. Pada pekan lalu, The Fed memproyeksikan setidaknya 75 basis poin tambahan kenaikan biaya pinjaman pada akhir tahun 2023.

Bank telah menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 425 basis poin tahun ini dari mendekati nol hingga kisaran 4,25 persen hingga 4,50 persen, tertinggi sejak akhir 2007.

Sementara itu, dari dalam negeri sejumlah indikator data masih menunjukkan katalis positif. Angka inflasi selama dua bulan terakhir dapat dikendalikan oleh pemerintah, sehingga secara tahun berjalan inflasi baru mencapai 4,82 persen pada November.

“Jika kita gunakan asumsi tingkat inflasi rata-rata di bulan Desember, maka inflasi akhir tahun 2022 diperkirakan berada pada kisaran 5,4 persen hingga 5,6 persen lebih baik dibandingkan dengan konsensus pasar yang memperkirakan inflasi akhir tahun bisa tembus 6,7 persen,” jelas Ibrahim.

Selanjutnya adalah kinerja neraca perdagangan Indonesia masih sangat baik dengan dukungan sektor komoditas. Pada bulan November, neraca Perdagangan mencatatkan angka US$5,16 miliar atau melanjutkan surplus sepanjang 31 bulan terakhir.

Dengan neraca perdagangan tersebut Indonesia dapat dipastikan Neraca Transaksi Berjalan (NTB) atau Current Account Balance Indonesia akan mengalami surplus dalam kisaran 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Selanjutnya, aliran modal asing kembali masuk ke dalam pasar obligasi Indonesia seiring dengan kekhawatiran investor asing yang mulai berubah dari tingkat inflasi ke tingkat pertumbuhan ekonomi global, terutama di AS.

Investor asing mulai masuk ke pasar Obligasi Pemerintah RI dalam satu setengah bulan terakhir. Tercatat, net buy investor asing mencapai Rp46,6 triliun dalam periode tersebut.

Jumlah kepemilikan asing di pasar obligasi saat ini mencapai 14,7 persen atau lebih tinggi dibandingkan posisi awal November lalu sebanyak 13,9 persen. (BR/Arum)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Bisnis