Connect with us

Bisnis

APBN 2023 Minus, Sri Mulyani: Itu Merupakan Pilihan

Menteri Keuangan Sri Mulyani

BISNISREVIEW.COM – Pemerintah Indonesia membuat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) guna membantu keadaan rakyat yang kesulitan.

Proses pemulihan ekonomi nasional terus berlanjut, penerimaan negara pada tahun 2022 tercatat mengalami peningkatan signifikan mencapai Rp 2.626,4 triliun atau tumbuh sebesar 30,6% dibandingkan realisasi tahun 2021. Numun, APBN 2023 defisit (minus). Mengapa demikian?

Pertanyaan ini, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kondisi APBN dibuat defisit (minus) atau balance (nol) itu merupakan persoalan pilihan. Pilihan tersebut disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat dan kemampuan masyarakat dalam memberikan penerimaan negara.

“Mengingat Indonesia masih memiliki banyak kebutuhan sedangkan penerimaan negara belum mampu memenuhi semua kebutuhan tersebut maka diambil keputusan defisit anggaran untuk membuat ekonomi Indonesia tetap sehat,” jelas Sri Mulyani dalam seminar bertema “Kondisi Ekonomi dan Fiskal Indonesia di Tahun Politik”, Jumat (3/1/2023).

Persoalan ini, kata dia, memang sering menjadi pilihan, dimana biasanya dibuat defisit. Itu salah satu desain ekonomi sebuah bangsa.

“Jadi persoalannya itu sering jadi pilihan, kalau kita membuat defisit itu bukan karena kita hobi bikin defisit apalagi dibilang hobi ngutang. Itu adalah sebuah desain, Indonesia butuh apa? Ada yang tadi masih menganggur, ada masyarakat miskin, ada yang butuh infrastruktur, ada yang butuh rumah sakit,” tandasnya.

“Kebutuhannya banyak banget, itu kita seleksi sampai Rp 3.090 triliun. Penerimaan negara belum mencapai Rp 3.090 triliun, pilihannya akan dipotong nggak (anggaran) sampai sama dengan penerimaan negara? Atau penerimaan negara digenjot sampai Rp 3.000 triliun? nanti Anda bilang ‘Bu saya napas aja sekarang dipajakin’. Jadi semuanya itu the right balancing,” lanjutnya.

Ia mengatakan, jika ingin membuat APBN dalam kondisi balance alias tidak perlu menambah utang untuk memenuhi kebutuhan maka konsekuensinya adalah subsidi akan dicabut, misalnya subsidi listrik dan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pasalnya, jika digabungkan total kedua subsidi tersebut maka totalnya mencapai Rp 555 triliun, itu artinya jika subsidi itu tidak diberikan maka APBN Indonesia akan di level surplus.

“Kalau tadi seandainya APBN mau di-balance-kan, bisa sih bu, tapi Anda mau kita balance kan, tapi satu PLN nggak tak bayar Rp 171 triliun itu langsung turun defisitnya, Bu Nicke (pertamina) nggak usah saya bayar Rp 379 triliun itu langsung udah 0 defisitnya,” terangnya.

Namun permasalahannya adalah jika tidak ada subsidi itu artinya tarif listrik dan harga BBM akan naik dan masyarakat akan kesulitan membayarnya. Itulah gambaran singkat yang menurutnya mampu menjelaskan alasan mengapa APBN selalu terlihat besar pasak daripada tiang.

“Terus anda jawabnya begini, boleh aja Bu tapi saya boleh naikkin tarif listrik? Ya monggo aja dimarahin rakyat seluruh Indonesia,” kelakarnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Pemerintah Indonesia menembus Rp7.733,99 triliun hingga akhir 2022, dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) 39,57%. Menurut bendahara negara ini, angka tersebut masih dalam kategori sehat.

“Jadi kalau kita ingin utangnya turun atau Anda sebut yang sehat, 39% itu sehat sebetulnya. Anda itu terobsesi dianggapnya sehat itu yang nggak ada utang, nggak ada, semua negara mau Brunei, mau Saudi Arabia, dia punya utang,” pungkasnya. (BR/Arum)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Bisnis