Connect with us

Bisnis

Seiring Berkurangnya Resiko Krisis Keuangan Global, Rupiah Menguat Bersama dengan Mata Uang Asia Lainnya

Rupiah menguat terhadap dolar AS

BISNISREVIEW.COM – Seiring dengan mulai berkurangnya resiko krisis keuangan global setelah bank-bank besar AS menyuntikkan US$30 miliar deposito ke First Republic Bank sebagai upaya penyelamatan, nilai tukar rupiah diprediksi akan menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Senin (20/3/2022).

Pada perdagangan Jumat, pekan lalu (17/3/2023), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup menguat ke level Rp15.345. Mayoritas mata uang Asia lainnya juga terpantau menguat terhadap greenback.

Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat 0,29 persen atau naik 44 poin ke Rp15.345 per dolar AS.Hal tersebut terjadi di tengah melemahnya indeks dolar AS sebesar 0,42 persen ke 103,65.

Bersama dengan rupiah, beberapa mata uang Asia lainnya juga menguat dengan kenaikan tertinggi dialami baht Thailand sebesar 0,80 persen, won Korea Selatan menguat 0,70 persen, dan yen Jepang menguat 0,46 persen.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan Dolar tergelincir pada Jumat karena sentimen risiko yang berkurang setelah otoritas dan bank bergerak untuk mengurangi tekanan pada sistem keuangan di pasar utama.

Hal ini mengurangi tekanan pada mata uang utama lainnya yang jatuh pada awal minggu akibat gejolak perbankan. Sebagaimana diketahui, bank-bank besar AS pada Kamis (16/3/2023) menyuntikkan US$30 miliar deposito ke First Republic Bank sebagai upaya penyelamatan di tengah kekhawatiran krisis suku bunga yang meluas.

Paket penyelamatan $30 miliar, yang dikumpulkan oleh pialang-pialang berkuasa dari Departemen Keuangan AS, Federal Reserve, dan bank-bank, mengikuti pengumuman Credit Suisse sebelumnya yang menyebutkan bahwa mereka akan meminjam hingga US$54 miliar dari Bank Nasional Swiss.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2023 akan lebih baik dari proyeksi sebelumnya. Pertumbuhan dapat mencapai 2,6 persen sejalan dengan dampak positif pembukaan ekonomi China dan penurunan disrupsi suplai global.

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa lebih baik dari proyeksi sebelumnya dan diikuti oleh risiko resesi yang menurun. Perbaikan prospek ekonomi global itu diperkirakan menaikkan harga komoditas non-energi di tengah harga minyak yang menurun akibat berkurangnya disrupsi suplai global.

Perkembangan positif ekonomi global itu dan ekspektasi kenaikan upah karena keketatan pasar tenaga kerja di AS dan Eropa mengakibatkan proses penurunan inflasi global khususnya di kedua belahan dunia itu berjalan lebih lambat sehingga mendorong kebijakan moneter ketat negara maju berlangsung lebih lama sepanjang 2023. (BR/Arum)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Bisnis