Connect with us

Bisnis

Tagihan Sekira Rp26 Miliar belum dibayarkan oleh ICON+, PT Azet Surya Lestari Terus Telan Pil Pahit

PT Azet Surya Lestari hingga kini menunggu kejelasan pembayaran atas pekerjaan pembangunan, managed service dan upgrading Desa Pinter (Pelayanan Internet) di desa-desa terpencil

Sementara ICON+ yang memakai GCG sebagai alasan terhadap tuntutan pembayaran PT Azet Surya Lestari seolah hanya memberi angin palsu.

BISNISREVIEW.COM – PT Azet Surya Lestari, masih terus menelan pil pahit karena tagihan sekira Rp26 miliar belum dibayarkan ICON+. PT Azet Surya Lestari hingga kini menunggu kejelasan pembayaran atas pekerjaan pembangunan, managed service dan upgrading Desa Pinter (Pelayanan Internet) di desa-desa terpencil yang belum mendapatkan akses telekomunikasi dan informatika di Provinsi Sulawesi Selatan (Paket 4) dan Provinsi Papua–Provinsi Papua Barat (Paket 6), dengan nilai total proyek sebesar Rp58.973.332.500 dalam 16 termin pembayaran.

Menurut pengacara PT Azet Surya Lestari, Mak’rifat Putra Koto, proyek tersebut telah rampung dikerjakan pada 2017. Lebih rinci disebutkan penyelesaian proyek telah dilakukan yaitu tahap pertama, pekerjaan pra operasional sampai dengan 1 April 2013. Pekerjaan tahap kedua penyelesaian operasional berlangsung selama 48 bulan sejak persetujuan operasional, yaitu sampai dengan 8 April 2017 untuk Paket Pekerjaan 4 (Provinsi Sulawesi Selatan) dan 15 April 2017 untuk Paket Pekerjaan 6  (Provinsi Papua dan Papua Barat).

Meski pekerjaan proyek telah selesai dikerjakan PT Azet Surya Lestari namun pembayarannya belum tuntas hingga saat tulisan ini dibuat.

“PT Azet Surya Lestari telah menerima pembayaran untuk termin 1 sampai termin 6 secara normal, begitu pula untuk pembayaran termin 7 sampai termin 10 juga telah dibayar walaupun melalui diskusi panjang, berliku-liku. Akan tetapi sampai saat ini, untuk pembayaran termin 11 sampai 16 belum menerima pembayaran apapun dengan total tagihan sebesar Rp.26.174.945.840,” beber Mak’rifat.

Kenyataan itu lanjut Mak’rifat telah menyebabkan kliennya, PT Azet Surya Lestari, mengalami banyak kerugian.

“Harusnya bisa digunakan dan diputar untuk proyek lain, jadi tidak bisa gerak. Jika dengan pembiayaan Bank dengan total tagihan sebesar Rp26.174.945.840 dikalikan 5 tahun sudah berapa beban bunganya.

Mungkin bagi ICON+ atau perusahaan BUMN lain, uang segitu kecil, tapi sangat “berarti” bagi perusahaan-perusahaan lokal seperti klien kami. Bayangkan jika dana sebesar itu diputar untuk menggaji teknisi/karyawan dengan rata-rata gaji Rp5–10 juta per bulan, berapa orang karyawan yang tertunda hak-haknya, berapa jiwa yang terkatung-katung nafkah yang menjadi tanggungan si pekerja dan itu telah berlangsung selama 5 tahun. Sudah gak “lazim” itu, mungkin “zalim” lebih tepatnya,” ungkapnya.

Dengan kata lain keberadaan BUMN sebagai agen penggerak utama dan pemulihan Ekonomi Nasional  terkesan tidak dijalankan oleh PLN dalam hal anak perusahaannya ICON+.

Akibat terkatung-katung tagihan PT Azet Surya Lestari kepada ICON+ tersebut Mak’rifat menyebut kondisi kliennya saat ini sangat terganggu. “Terus terang keadaan klien kami, PT Azet Surya Lestari agak terseok-seok dengan adanya sangkutan sebesar Rp26.174.945.840,- di ICON+ ini, resource dan sumber daya keuangannya tersedot ke sini”, ungkap Mak’rifat.

Atas permasalahan tersebut, pihak PT Azet Surya Lestari sudah melakukan berbagai upaya persuasif termasuk berkonsultasi ke PLN (Persero) selaku induk perusahaan dan juga Kementerian BUMN. Tetapi upaya ini belum membuahkan hasil dan selalu dijawab dengan alasan GCG, Good Corporate Governance. “Ini kan aneh, harusnya tata kelola yang baik itu juga diimbangi dengan membayar jasa/keringat vendor atau pihak ketiga tepat waktu,” katanya.

Selain itu untuk pembayaran termin 11 sampai dengan termin 16 sudah 5 (lima) tahun berlalu. Hingga kini PT Azet Surya Lestari masih berjuang untuk mendapatkan hak-haknya.

“Walaupun selalu diombang-ambingkan dengan alasan kekurangan data-dokumen dan hal administratif lain yang sejatinya semua sudah disampaikan dan sudah berada dalam penguasaan ICON+,” ucap Mak’rifat.

Atas ketidakpastian pembayaran sisa tagihan tersebut PT Azet Surya Lestari melalui Mak’rifat Putra Koto, sudah layangkan somasi  1 dan 2. Menurut Mak’rifat jika tidak ditanggapi juga akan terus memproses ke jalur hukum. “Kemungkinan besar kita positif akan bawa masalah ini ke meja hijau, terutama pengadilan niaga, dan kita sudah dapatkan kreditor lainnya,” pungkasnya.

Sementara itu Sugeng, Ketua  8 bidang Advokasi  Hukum dan Kebijakan Pemerintah Dewan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Nahdliyin (DPP HPN) mendukung PT Azet Surya Lestari yang pemiliknya merupakan anggota HPN untuk mendesak BUMN segera mencairkan pembayaran proyek yang telah berjalan atau yang telah dikerjakan.

Pernyataan tersebut dilontarkan Sugeng karena menerima keluhan dari pihak yang merasa dirugikan dengan keterlambatan pembayaran proyek-proyek yang dikerjakan pengusaha kontruksi di daerah. Sugeng menerima keluhan di antaranya dari Abdul Kholik yang juga Ketua Umum DPP HPN yang perusahaannya menunggu pembayaran dari pihak BUMN.

Sugeng mempertanyakan keterlambatan pembayaran hingga bertahun-tahun mengapa hal itu bisa terjadi. “Saya bertanya, dengan keterlambatan ini apakah ada pihak yang tertekan? Apakah pihak BUMN sudah menepati perjanjiannya. Jangan sampai ada wanprestasi. Memang katanya akan dibayarkan tetapi tidak ada kejelasan kapan pembayarannya. Jangan sampai begitu. Atau barangkali ada toleransi, itu juga tidak baik dan tidak benar,” ujar Sugeng menanggapi sikap BUMN yang belum membayar kewajibannya.

Sebelumnya, mengenai keterlambatan pembayaran BUMN atas vendor telah disinggung Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Andi Rukman N Karumpa, kepada media beberapa waktu silam. Seperti dilansir detik.com ia mengatakan sudah banyak vendor lokal yang menantikan pembayaran hingga bertahun-tahun ketika terlibat dalam proyek BUMN. Lamanya pembayaran itu pun membuat vendor lokal yang ingin untung tetapi malah menjadi buntung.

Sementara ICON+ yang memakai GCG sebagai alasan terhadap tuntutan pembayaran PT Azet Surya Lestari seolah hanya memberi angin palsu. Pasalnya, sebagai salah satu BUMN, PT PLN (Persero) memiliki kewajiban untuk menerapkan GCG sebagaimana diamanatkan didalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-01/MBU/2011 tentang penerapan GCG pada BUMN.

CGC pun seharusnya menjadikan ICON+ sebagai perusahaan yang menyadari penerapan GCG tidak hanya sebagai pemenuhan kewajiban saja, namun telah menjadi kebutuhan dalam menjalankan kegiatan bisnis perusahaan dalam rangka menjaga pertumbuhan usaha secara berkelanjutan, meningkatkan nilai perusahaan dan sebagai upaya agar perusahaan mampu bertahan dalam persaingan.

Hingga kini ICON+ masih menggarap beberapa proyek, di antaranya Internet Desa (Ides Cafe) di Magelang, Jawa Tengah tepatnya di  kawasan wisata Ketep Pass, Kecamatan Sawangan yang peresmiannya dilakukan pada 20 April 2021 lalu. Ini membutktikan sebenarnya ICON+ masih terus melakukan pekerjaan di beberapa daerah yang membutuhkan anggaran.

Tidak hanya itu ICON+ juga meraih Anugerah BUMN Award 2021 yang diselenggarakan oleh BUMN Track, penghargaan untuk kategori Strategi Bertahan dan Tumbuh Terbaik  1. Lantas, bagaimana dengan pembayaran PT Azet Surya Lestari? Jayakarta News telah meminta konfirmasi mengenai hal ini melalui email, namun belum ada balasan dan telah menghubungi nomor telepon kantor ICON+ tetapi tidak ada yang mengangkat.

ICON+ berdiri tanggal 3 Oktober 2000 dan bergerak dalam bidang usaha telekomunikasi yang merupakan anak perusahaan PLN. ICON+ beralamat di Kawasan PLN Cawang Jl. Mayjend. Sutoyo No. 1, Cililitan, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia 13640 Website: www.iconpln.co.id. (BR/Arn)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Bisnis